Tentang Mimpi Masa Kecil
Kamu pasti punya keinginan atau impian sejak kecil. Bisa jadi berupa hal yang kamu inginkan atau kamu lakukan. Ini beberapa mimpi masa kecil saya yang bisa terwujud [walaupun kadarnya tidak seideal seperti yang diimpikan].
Velg Bintang
Pertengahan tahun ’80-an, rasanya salah satu trend anak kecil adalah punya sepeda BMX. Saya termasuk yang beruntung bisa dibelikan. Tapi, begitu melihat ada anak lain dengan velg bintang, saya jadi iri. Velg itu terlihat lebih jantan. Lebih gagah. 😛 Hingga trend berganti ke trend mountain bike, saya tidak pernah punya sepeda BMX dengan velg bintang. Dan ketika kuliah dibelikan Honda GL Pro, mimpi itu datang lagi. Saya ingin motor saya ber-velg bintang alias racing. Tapi ayah tidak pernah mau mewujudkannya. Dibelikan motor saja sudah bagus sebenarnya. Dan saya terlalu bokek untuk bisa menabung guna membeli velg racing. Baru lebaran tahun 2006 kemarin saya bisa mewujudkannya. Ah, indahnya kebijakan THR! Alhamdulillah.
Jaket Kulit
Sejak menonton film Grease, saya jatuh cinta dengan jaket kulit ala bikers. Mungkin karena alasan gagah atau jantan. Hehe. Saya baru bisa mendapatkan jaket kulit tahun ’99. Belum seperti yang saya inginkan. Hanya jaket kulit biasa, dengan dua kantong di samping. Maklum, pemberian ayah. Akhirnya, di tahun 2001 saya bisa memiliki jaket kulit idaman. Itu pun karena dapat uang kaget setelah ikut pameran mewakili kampus.
Ikut pertandingan bela diri
Saya penggemar film-film silat atau kung fu. Dan saya selalu ingin ada di dalam pertandingan bela diri, satu lawan satu. Disaksikan banyak orang, seperti di banyak film. Ini terwujud medio ’96. Di SMA, saya ikut Merpati Putih. Saya jadi Ketua Kelompok Latihan, alias ketua ekskul. Nah, waktu ada pertandingan silat antar SMA se-Jawa Barat, saya ikut jadi atlet. Bukan semata-mata karena saya jago sebenarnya. Tapi karena pengaruh kekuasaan. Haha. Saya berhasil meyakinkan sekolah untuk mendanai atletnya, di setiap kelas. Saya masuk di kelas C pria [50 – 55 kg]. Kebetulan, di kelas itu, hanya saya yang aktif. 😀 Pertandingan pertama, saya bisa mengalahkan si lawan pertama. Tapi di pertandingan kedua, saya kalah oleh anak yang sosok pendek kekarnya mengingatkan saya pada karakter Chong Li di Bloodsport dengan kalimat “You are next”-nya itu. Mungkin karena sejak awal saya sudah ciut melihat sosoknya. Mungkin karena saya kurang tidur malam sebelumnya. Mungkin karena saya yang hanya berlatih tiga bulan. Pertandingan ini membuat gigi saya patah.
Bicara di depan banyak orang
Sejak kecil saya sering membayangkan diri saya ada di depan banyak orang. Ratusan mungkin ribuan. Dan mereka menuruti apa yang saya katakan. Ini terwujud di kampus di acara ospek dan pertandingan antarkampus. Tahun ’99 dan 2000, lapangan basket Dipati Ukur kampus Unpad jadi tempat bertemunya fakultas se-Unpad. [btw, Donna Agnesia salah satu bintangnya di pertandingan ini. Dia atlet dari Hukum Unpad. Jadi, kalau mereka bertanding, dijamin mata segar.] Era itu, saya sering bawa TOA ke sana. Saya ledeki kampus lain [kecuali Donna. Soalnya susah meledeknya, Sudah cantik, jago pula. Hehe]. Saya ajak teman-teman kampus untuk ikut berteriak menyemangati tim kami. Ah, sungguh sebuah onani psikilogis yang menyenangkan. 😛
Manggung dengan kelompok musik
Pertama kali mimpi ini terwujud, medio 2000. Karena saya sering berjaket kulit, rambut gondrong, akhirnya teman saya, Dido yang juga vokalis band skinhead bernama The Real Enemy mengajak saya jadi vokalis tamu membawakan “The KKK Took My Baby Away”. Dari situ, teman lain mengajak saya di band mereka yang membawakan lagu-lagu The Rolling Stones. Saya bermain harmonika. Mereka mengajak saya karena sering mendengar saya bermain harmonika ketika nongkrong. [oya, harmonika adalah salah satu impian masa kecil saya juga, yang baru terwujud ketika SMA]. Padahal, saya bermain harmonika untuk mengusir rasa bosan waktu SMA. Bukan untuk orang lain. Maklum, saya sering mendapati sendirian di sekolah. Teman se-angkatan sudah pulang. Adik kelas masih belajar. Satu-satunya teman, ya harmonika. Hasilnya, saya bermain harmonika dengan jelek di dua band. Cikuda Stones Complex yang berkembang jadi Fikom Stones Lovers. Tahun 2002, saya diajak bergabung di band kampus bernama Lalieur Laleuleus Paregel. Kali ini saya memainkan peran saya dengan baik. Sebagai MC juga provokator juga propagandis. Dan bernyanyi di bagian refrain. Kalau ramai-ramai, suara fals saya tidak terlalu terdengar. Hehe.
Ada di media massa
Mungkin ini sisi dari diri saya yang ingin dapat perhatian, dikenal banyak orang. Makanya, sejak SMP hingga kuliah saya suka corat-coret tembok. Dan ketika saya diminta siaran di I Radio Jakarta, tentu saja saya senang bukan main. Salah satu anugerah paling indah dalam hidup. Tanpa susah payah, saya bisa siaran di prime time selama tiga bulan. Sayang, GM Trax sialan menjegal karir saya. Untungnya, itu masih bisa tersalurkan lewat majalah. Dan terima kasih juga pada teknologi internet tentunya. Ini membuat orang dengan mimpi yang sama seperti saya cukup terbantu.
Termasuk juga kamu, mungkin.
0 Comments