Bertemu Tukul
Sebenarnya, sebelum Empat Mata ‘meledak’ seperti sekarang, rekan saya Alfred sudah mengusulkan Tukul untuk diwawancara. Tapi waktu itu, kami menolaknya. Ide itu terlalu menggelikan buat yang lain. Dan rasanya, sekarang waktu yang tepat kami mengangkat dia untuk rubrik wawancara. Seperti juga banyak media lain yang telah menulis Tukul.
Beberapa hari belakangan, saya dan Alfred sibuk mengejar dia. Ke studio Hanggar tempat syuting Empat Mata, ke lokasi banjir tempat Tukul mengadakan kunjungan, sampai ke rumahnya.
Ini sedikit foto dari kegiatan itu. Arian ikut bergabung di sesi wawancara terakhir di rumahnya di Cipete. Ini pertamakali saya mewawancarai pelawak. Arian sih sudah pernah mewawancari Tarzan yang katanya tak kalah absurd.
“wartawan sekarang malah pada minta foto bareng kalau wawancara. makanya, kamu minta foto bareng sekarang, nanti nyesel loh,” kata Tukul.
Yang jelas, mewawancarai Tukul membuat perut dan rahang sakit karena tertawa. Walaupun di tengah-tengah sesi, dia sempat agak marah karena pertanyaan saya dianggap terlalu mencecar, dan pertanyaan Arian dianggap terlalu negative thinking.
Tapi sangat menyenangkan. Mendengar Tukul meledek yang lain. Biasanya saya menyaksikan bintang tamu yang di-kick, ini malah teman sendiri.
“Kamu pasti anak orang kaya ya,” kata Tukul pada Arian.
“Amiin,” jawab Arian.
“Iya, soalnya tatonya rantang,” kata Tukul sambil menunjuk tato [huruf kanji ya?] di lengan Arian.
0 Comments