‘Tell Me, Where’d You Get Your Body From?’
The Black Eyed Peas selalu punya kenangan tersendiri di benak saya.
Pertama, karena mereka, saya bisa pergi ke luar negeri, dan paspor saya dicap untuk pertama kalinya ketika saya ditugaskan meliput konser mereka di Singapura tahun 2005. Kedua, seingat saya, itu kali pertama saya memotret pertunjukkan musik. Waktu itu, saya masih sangat awam dengan suasana memotret panggung.
Dan ketika Sabtu [20/10] malam kemarin mereka menggelar konser di Istora Senayan, saya seperti sedang napak tilas perjalanan sebagai fotografer panggung [wanna be]. Hehe.
Jam tiga sore, saya datang ke venue. Tidak seperti konser Java Musikindo yang lain, tak ada konferensi pers digelar. Biasanya, wartawan datang ke konpres, mengisi daftar hadir di meja, lalu setelah konpres digelar, ID peliputan dibagikan. Tapi, kemarin, sedikit berbeda. Panitia telah memasukkan media mana saja yang bisa mendapat ID.
Bersama sejumlah wartawan lain, saya tidak termasuk di dalam daftar. Yah bisa dimengerti. Tidak hanya acara itu, nama saya tak ada dalam daftar. Mungkin orang-orang tak tahu harus menghubungi ke mana. Mungkin juga bingung dengan eksistensi majalah saya.
Mereka yang dibagikan ID, harus menandatangani surat pernyataan yang berisi akan menulis liputan sesuai dengan ketentuan panitia. Ada beberapa nama yang harus ditulis atau disebutkan dengan tepat. Seperti sponsor dan nama konser itu.
Gawat. Soalnya, sebagian besar event yang saya datangi, berakhir di solehsolihun.multiply.com. Kalaupun ada yang dimuat di majalah, itu hanya dapat porsi sedikit, karena dengan jatah dua halaman untuk musik, persaingan ketat sekali.
Jeng jeng.
Akhirnya, mereka yang tak kebagian ID, diminta menulis di kertas kosong. Katanya, ID bisa diambil nanti malam, tanpa keterangan lebih jelas dari panitia. Untung pertolongan datang. Sandra dari Trax FM menawarkan ID lebih. Haha. Selamat lah saya, dari kewajiban meliput dan mengirimkan bukti liputan ke panitia.
Dan tak hanya irit pada media, sepertinya panitia juga cukup irit pada koleganya. Salah seorang kawan, bercerita, kalau biasanya dia menelepon Adri Subono dan meminta berapapun ID atau tiket, selalu dikasih, konser kemarin tidak begitu. Adri tak mengangkat telepon. Akhirnya, si kawan dapat tiket dari anaknya. Itupun dipirit.
Jam delapan malam, saya sudah di venue. Saya sempat mengira konser bakal sepi, karena tiket resmi saja dibandrol setengah juta untuk yang paling murah [tribun]. Tapi, rupanya setengah juta masih terjangkau untuk banyak orang Jakarta. Atau, mungkin juga, banyak yang membeli tiket atau ID dengan paket dua ID seharga Rp 700 ribu, seperti yang dialami salah seorang teman saya.
Konon, kabarnya rombongan mereka sebanyak 60 orang. Mereka datang dengan jet pribadi. Dan jika musisi yang tampil di konser Java, selalu dipesankan hotel oleh panitia, mereka memesan sendiri hotel pilihannya. Tagihannya langsung di-fax ke panitia.
Sempat mengira konser bakal dimulai jam sembilan malam, karena di jadwal ditulis jam delapan. Dan seperti di konser Fall Out Boy, konser baru digelar sejam dari jadwal di tiket. Ternyata, kali ini tepat waktu. Dan hilanglah kesempatan saya memotret Click Five.
Jam sembilan kurang, saya sudah siap di tempat fotografer. Ketika pintu belum dibuka, mereka sudah mengambil aba-aba. Seperti sedang mengikuti lomba lari saja. Saya malah santai-santai. Padahal, ternyata, bukan tanpa alasan mereka berbuat begitu.
Area untuk fotografer ternyata sempit. Ini area memotret paling sempit yang pernah saya lihat di venue lokal. Hampir tak bisa bergerak. Kalau sudah mendapat lokasi untuk berdiri, kemungkinan besar tak bisa pindah ke tempat lain. Sialan. Pantas saja mereka bersiap-siap. Akhirnya, angle foto-foto di sini, tak terlalu bagus. Untung saya sangat menikmati konser itu. Walaupun saya bukan penggemar the Black Eyed Peas, tapi harus saya akui, penampilan panggung mereka sangat menarik.
Tak ada crowd berteriak-teriak memanggil idolanya malam itu. Mungkin, di Indonesia, hanya ABG yang melakukan itu di konser-konser. Atau, saya yang tak mendengar teriakan-teriakan itu? Tapi, yang jelas, penonton malam itu lebih bervariasi ketimbang penonton di konser Fall Out Boy.
Dan suasana konser the Black Eyed Peas, mengingatkan saya pada suasana acara-acara musik di kampus saya. Maklum, Fikom Unpad periode ’99 hingga 2004, didominasi band-band top 40 atau R n B. Yah, band-band begitulah yang mendapat perhatian banyak dari crowd kampus saya waktu itu. Hanya sedikit rock n’ roll band yang muncul di panggung.
Yang paling menyenangkan dari konser R n B adalah tentu saja crowd-nya. Banyak sekali perempuan cantik, yang tak malu-malu berjoged. Ah, siapa yang tak suka berada di kerumunan dengan di kanan dan kirimu perempuan cantik berjoged?
Terbawa suasana, saya jadi ikut berjoged. Joged saya masih saja seperti dulu. Kaku. Tapi, bukan in a robotic way. Saya biasanya hanya menghentak-hentakkan kaki, kepala sedikit diangguk-anggukan. Pundak sedikit digerakkan. Sesekali ikut-ikutan mengangkat tangan ke atas. Hehe. Sialan. Saya selalu ragu untuk berjoged. Sepertinya, hanya lagu-lagu The Stones yang bisa membuat saya berjoged sepenuh hati. Sejak jaman mahasiswa, joged R n B saya selalu begitu. Setengah hati.
Kalau di kampus, lagu-lagu standar yang sering terdengar pasti yang ini;
“Have fun go mad!”
“Have fun go mad!”
“That’s what I say, yeah yeah yeah!”
Atau,
“Ja go make me loose my head”
“Up in here, up in here.”
Malam itu, tentu saja lagunya lebih kekinian.
“Na na na, don’t phunk with my heart.”
Atau,
“Tell me where’d you get your body from?” kata will. i. am.
“I got it from my mama.”
“I got it from my mama,” kata para penyanyi latar sambil meliuk-liukkan tubuhnya.
Yah, sepertinya untuk ukuran konser setengah juta, harga yang dibayar cukup setimpal. Mereka benar-benar menghargai penonton. Panggung tak hanya dihiasi dengan visual yang menarik, tapi juga para penari latar. Dan seperti juga mereka yang datang ke sini, the Black Eyed Peas sering sekali mengeluarkan pujian-pujian untuk crowd.
“Chantik, Chantik, Chantik,” kata salah seorang dari mereka, saya lupa siapa, mengomentari soal perempuan-perempuan Indonesia.
“Yeaaaaaaaaaah,” crowd bergemuruh. Entah apa yang membuat crowd berteriak kegirangan. Apakah karena dibilang cantik, atau idola mereka berkata dalam bahasa Indonesia.
“Far more delicious,” kata Fergie mengomentari makanan lokal sesaat sebelum membawakan lagu yang entah judulnya apa, yang jelas ada kata ‘delicious’-nya.
“Yeaaaaaaaah,” lagi-lagi crowd berteriak girang.
Tapi, ketiak Fergie tentu saja tidak delicious. Ketika sudah lebih dari sejam konser berjalan, ketiak The Dutchess basah. Dan dia mengangkat-angkat tangannya ke atas terus. Jadi penasaran, bagaimana aromanya. Haha. Dan tentu saja, jadi ingat iklan Rexona.
Tapi, meskipun basah ketek, Fergie cukup atletis. Di salah satu lagu, dia bernyanyi sambil koprol. Mungkin di sekolah, pelajaran Penjaskes-nya dapat nilai bagus.
Fergie sempat tertangkap kamera dengan ketiak dan selangkangan basah ketika konser. Dia rupanya tak belajar. Harusnya pakai kaos hitam saja, bukan kemeja biru terang yang akan membuat ketiak basahnya terlihat jelas.
Tapi, itu sepertinya tak mengurangi daya tarik konser itu. Dan segala pujian-pujian yang dilontarkan the Black Eyed Peas selalu disambut meriah.
“Kami pernah main di India, masa’ jam setengah dua belas malam, pesta sudah berakhir?”
“Eleven thirty!”
“Kami ingin pesta di sini berlangsung sampai pagi! Kalau bisa, sampai jam lima atau jam enam pagi,” kata Taboo kalau tak salah.
“Yeaaaaaaaaaah,” lagi-lagi crowd kegirangan.
Setelah dua jam berjalan, konser berakhir.
Waktu menunjukkan jam sebelas malam.
0 Comments