10 Fakta Tentang Saya
Beberapa hari lalu, Alin men-tag saya untuk ikut permainan ini. Maka, inilah respon saya atas tag Alin:
1. Obsessive Compulsive Disorder. Saya baru tahu istilah ini setahun terakhir. Setelah tahu, ini menjelaskan beberapa perilaku saya. Sejak masih di bangku TK, setiap memakai sepatu, saya selalu ingin panjang kedua talinya sama. Saya belum bisa berangkat jika dua talinya belum sama panjang. Dan ini masih berlangsung hingga sekarang, walaupun tak separah dulu. Di kampus, saya sering kali meninggalkan kampus dalam jam-jam yang pas. Misalnya, jam empat pas. Jam lima pas. Jam setengah empat pas. Saya kira, dulu saya mengatakan itu karena ingin mengulur-ulur waktu supaya bisa lebih lama di kampus dan supaya teman-teman mau menunggu, ternyata setelah saya tahu ada yang namanya OCD, hal itu bisa dijelaskan.
2. Dancing Queen. Kata ibu saya, ketika saya berumur sekira dua tahun, saya sangat menyukai lagu ini. Sering kali saya memaksa untuk diputarkan lagu ini. Dan bisa menangis jika tak diputarkan permintaannya. Saya tak ingat tentu saja.
3. Pernah mimpi basah di lapangan sepak bola di saat ospek. Tepatnya di dalam tenda peleton. Kejadiannya tahun 1997. Sekira dua hari sebelum Lady Diana meninggal dunia [saya ingat benar, ketika pulang dari ospek melihat berita teve kalau Lady Di meninggal]. Entah kenapa, setiap kali saya lelah, dengkul dan kaki pegal, sering kali malam harinya bermimpi basah. Nah, ospek sudah pasti melelahkan. Mungkin itu sebabnya. Mungkin juga karena anggota Tatib perempuan, angkatan ’95 Fikom Unpad sebagian besar berwajah cantik, menarik, dan bertubuh wangi. Bukannya takut dan kesal, saya malah senang dimarahi mereka dalam jarak yang sangat dekat. Hehe. Dulu saya malu setiap teman-teman saya meledeki soal ini. Tapi sekarang, ah kenapa mesti malu. Tak semua orang bisa merasakan mimpi basah di tempat dan saat seperti itu, bukan? Mungkin ini menandakan saya bisa melihat sisi positif dari kegiatan yang sangat penuh tekanan sekalipun.
4. Waktu TK, selalu tak ingin dipotong rambut karena teman-teman TK rata-rata gondrong dan berambut seperti Adi Bing Slamet. Hingga suatu saat, saya menggunting sendiri poni depan rambut saya supaya terlihat seperti belah tengah, tapi tanpa harus dibelah. Saya bikin belah tengah itu permanen dengan menggunting poninya. Akhirnya ibu saya malah menggunduli kepala saya. Akibatnya, saya malah malu karena teman-teman meledeki saya Pak Ogah.
5. Medio ’88, rumah keluarga kami pindah dari sebuah daerah bernama Desa Narogong, ke Kompleks BTN di Gunung Putri. Narogong adalah daerah yang sebagian besar penghuninya berbahasa Sunda. Sedangkan Gunung Putri, terdiri dari banyak suku. Ada yang Jawa, Sunda, bahkan Betawi. Di hari-hari pertama kami pindah, saya malu untuk berbicara. Pasalnya, bahasa Indonesia saya tak fasih. Bahkan ketika disuruh ke warung beli telur dan pulpen pun, saya malah menggunakan ‘endog’ dan menggunakan kata ‘ballpoint’ yang diucapkan dengan volume yang sangat kecil karena takut salah. Belakangan saya tahu bahwa kata ‘pulpen’ juga adalah bahasa Indonesia.
6. Pernah mencoba belajar memainkan gitar ketika SMA tapi menyerah. Pertama, karena jari saya jadi kapalan dan saya kesal. Kedua, karena gitar di rumah selalu fals, tak ada yang bisa menyetem, jadi bagaimanapun saya memainkannya, selalu terdengar fals. Ketiga, karena di saat saya ingin belajar memainkan gitar, eskul bela diri dan baris berbaris lebih menyita waktu saya.
7. Bicara soal fals, ketika SMA, saya selalu menuliskan nama Fals di belakang nama saya. Soleh Fals. Bahkan, di buku tahunan pun, saya menuliskan nama itu di bawah tanda tangan saya. Baru setelah kuliah saya meninggalkan kebiasaan itu. Beberapa teman SMA, kadang masih suka meledek saya dengan nama Fals ini jika bertemu.
8. Pernah menjadi santri terbaik di pesantren kilat ketika kelas dua SMP. Padahal, kerjaan saya sebulan penuh selama pesantren kilat itu, hanya tidur. Tak pernah mendengarkan khotbah. Predikat ini rupanya saya dapatkan setelah saya menjuarai lomba pidato di sana. Naskah pidatonya, adalah naskah lama yang saya hapal ketika harus lomba pidato alias khotbah waktu masih kelas 6 SD. Dan di masa ini, saya sempat ingin bercita-cita antara menjadi ABRI [karena seragamnya terlihat gagah], atau ulama [karena waktu itu saya mengidolakan Zainuddin MZ, yang pandai bicara dan kocak].
9. Pernah ikut-ikutan mencoba merokok, ketika SMP. Segala macam rokok saya coba—kecuali ganja, dari mulai Gudang Garam, Dji Sam Soe, hingga Marlboro. Tapi, tak satupun meninggalkan kesan yang menyenangkan. Itu sebabnya saya tak suka merokok.
10. Pernah tergila-gila sama dunia kebatinan dan kanuragan. Niatnya ingin menjadi jagoan atau ahli bela diri. Entah karena pengaruh film-film Kung Fu yang sering saya tonton. Entah karena pengaruh pergaulan. Akibatnya, pernah ada masanya saya sering bermeditasi di kamar tidur. Membaca banyak wirid setelah sholat. Hingga tak makan daging selama tiga bulan lebih, demi [katanya sih] melatih mata batin dan mengenal diri sendiri. Hahaha. Masa vegetarian itu hancur pada saat kami kuliah lapangan dan di saat-saat lapar kampus hanya memberikan makanan KFC. Wangi daging crispy dan ratusan orang memakan KFC dengan nyaman akhirnya membuat saya melupakan program. Aah, lupakanlah kebatinan. Yang penting perut kenyang. Nikmat Tuhan jangan disia-siakan. Begitu pikir saya. Sekarang, saya tak lagi menekuni dunia itu. Karena saya tahu, bahwa masih ada yang lebih hebat dari jago silat bela diri. Yaitu silat lidah.
Oke, karena saya harus men-tag teman-teman, maka orang-orang di bawah ini akan saya tag [teman kosan dan teman kantor, yang ada di depan mata saya dan sepertinya agak aktif di Multiply];
1. Arian13.
2. Ernest Prakasa.
3. Anastsia Meira.
4. Ricky Siahaan.
5. Wendi Putranto.
6. Hasief Ardiasyah.
7. Wening Gitomartoyo.
8. Yarra Aristi.
9. Adib Hidayat.
10. Edy ‘Khemod’ Susanto, ini karena kantornya paling dekat sama kosan.
1. Obsessive Compulsive Disorder. Saya baru tahu istilah ini setahun terakhir. Setelah tahu, ini menjelaskan beberapa perilaku saya. Sejak masih di bangku TK, setiap memakai sepatu, saya selalu ingin panjang kedua talinya sama. Saya belum bisa berangkat jika dua talinya belum sama panjang. Dan ini masih berlangsung hingga sekarang, walaupun tak separah dulu. Di kampus, saya sering kali meninggalkan kampus dalam jam-jam yang pas. Misalnya, jam empat pas. Jam lima pas. Jam setengah empat pas. Saya kira, dulu saya mengatakan itu karena ingin mengulur-ulur waktu supaya bisa lebih lama di kampus dan supaya teman-teman mau menunggu, ternyata setelah saya tahu ada yang namanya OCD, hal itu bisa dijelaskan.
2. Dancing Queen. Kata ibu saya, ketika saya berumur sekira dua tahun, saya sangat menyukai lagu ini. Sering kali saya memaksa untuk diputarkan lagu ini. Dan bisa menangis jika tak diputarkan permintaannya. Saya tak ingat tentu saja.
3. Pernah mimpi basah di lapangan sepak bola di saat ospek. Tepatnya di dalam tenda peleton. Kejadiannya tahun 1997. Sekira dua hari sebelum Lady Diana meninggal dunia [saya ingat benar, ketika pulang dari ospek melihat berita teve kalau Lady Di meninggal]. Entah kenapa, setiap kali saya lelah, dengkul dan kaki pegal, sering kali malam harinya bermimpi basah. Nah, ospek sudah pasti melelahkan. Mungkin itu sebabnya. Mungkin juga karena anggota Tatib perempuan, angkatan ’95 Fikom Unpad sebagian besar berwajah cantik, menarik, dan bertubuh wangi. Bukannya takut dan kesal, saya malah senang dimarahi mereka dalam jarak yang sangat dekat. Hehe. Dulu saya malu setiap teman-teman saya meledeki soal ini. Tapi sekarang, ah kenapa mesti malu. Tak semua orang bisa merasakan mimpi basah di tempat dan saat seperti itu, bukan? Mungkin ini menandakan saya bisa melihat sisi positif dari kegiatan yang sangat penuh tekanan sekalipun.
4. Waktu TK, selalu tak ingin dipotong rambut karena teman-teman TK rata-rata gondrong dan berambut seperti Adi Bing Slamet. Hingga suatu saat, saya menggunting sendiri poni depan rambut saya supaya terlihat seperti belah tengah, tapi tanpa harus dibelah. Saya bikin belah tengah itu permanen dengan menggunting poninya. Akhirnya ibu saya malah menggunduli kepala saya. Akibatnya, saya malah malu karena teman-teman meledeki saya Pak Ogah.
5. Medio ’88, rumah keluarga kami pindah dari sebuah daerah bernama Desa Narogong, ke Kompleks BTN di Gunung Putri. Narogong adalah daerah yang sebagian besar penghuninya berbahasa Sunda. Sedangkan Gunung Putri, terdiri dari banyak suku. Ada yang Jawa, Sunda, bahkan Betawi. Di hari-hari pertama kami pindah, saya malu untuk berbicara. Pasalnya, bahasa Indonesia saya tak fasih. Bahkan ketika disuruh ke warung beli telur dan pulpen pun, saya malah menggunakan ‘endog’ dan menggunakan kata ‘ballpoint’ yang diucapkan dengan volume yang sangat kecil karena takut salah. Belakangan saya tahu bahwa kata ‘pulpen’ juga adalah bahasa Indonesia.
6. Pernah mencoba belajar memainkan gitar ketika SMA tapi menyerah. Pertama, karena jari saya jadi kapalan dan saya kesal. Kedua, karena gitar di rumah selalu fals, tak ada yang bisa menyetem, jadi bagaimanapun saya memainkannya, selalu terdengar fals. Ketiga, karena di saat saya ingin belajar memainkan gitar, eskul bela diri dan baris berbaris lebih menyita waktu saya.
7. Bicara soal fals, ketika SMA, saya selalu menuliskan nama Fals di belakang nama saya. Soleh Fals. Bahkan, di buku tahunan pun, saya menuliskan nama itu di bawah tanda tangan saya. Baru setelah kuliah saya meninggalkan kebiasaan itu. Beberapa teman SMA, kadang masih suka meledek saya dengan nama Fals ini jika bertemu.
8. Pernah menjadi santri terbaik di pesantren kilat ketika kelas dua SMP. Padahal, kerjaan saya sebulan penuh selama pesantren kilat itu, hanya tidur. Tak pernah mendengarkan khotbah. Predikat ini rupanya saya dapatkan setelah saya menjuarai lomba pidato di sana. Naskah pidatonya, adalah naskah lama yang saya hapal ketika harus lomba pidato alias khotbah waktu masih kelas 6 SD. Dan di masa ini, saya sempat ingin bercita-cita antara menjadi ABRI [karena seragamnya terlihat gagah], atau ulama [karena waktu itu saya mengidolakan Zainuddin MZ, yang pandai bicara dan kocak].
9. Pernah ikut-ikutan mencoba merokok, ketika SMP. Segala macam rokok saya coba—kecuali ganja, dari mulai Gudang Garam, Dji Sam Soe, hingga Marlboro. Tapi, tak satupun meninggalkan kesan yang menyenangkan. Itu sebabnya saya tak suka merokok.
10. Pernah tergila-gila sama dunia kebatinan dan kanuragan. Niatnya ingin menjadi jagoan atau ahli bela diri. Entah karena pengaruh film-film Kung Fu yang sering saya tonton. Entah karena pengaruh pergaulan. Akibatnya, pernah ada masanya saya sering bermeditasi di kamar tidur. Membaca banyak wirid setelah sholat. Hingga tak makan daging selama tiga bulan lebih, demi [katanya sih] melatih mata batin dan mengenal diri sendiri. Hahaha. Masa vegetarian itu hancur pada saat kami kuliah lapangan dan di saat-saat lapar kampus hanya memberikan makanan KFC. Wangi daging crispy dan ratusan orang memakan KFC dengan nyaman akhirnya membuat saya melupakan program. Aah, lupakanlah kebatinan. Yang penting perut kenyang. Nikmat Tuhan jangan disia-siakan. Begitu pikir saya. Sekarang, saya tak lagi menekuni dunia itu. Karena saya tahu, bahwa masih ada yang lebih hebat dari jago silat bela diri. Yaitu silat lidah.
Oke, karena saya harus men-tag teman-teman, maka orang-orang di bawah ini akan saya tag [teman kosan dan teman kantor, yang ada di depan mata saya dan sepertinya agak aktif di Multiply];
1. Arian13.
2. Ernest Prakasa.
3. Anastsia Meira.
4. Ricky Siahaan.
5. Wendi Putranto.
6. Hasief Ardiasyah.
7. Wening Gitomartoyo.
8. Yarra Aristi.
9. Adib Hidayat.
10. Edy ‘Khemod’ Susanto, ini karena kantornya paling dekat sama kosan.
0 Comments