Berita soal UU Pilkada yang mengatakan bahwa kepala daerah akhirnya dipilih oleh DPRD sedang ramai ya. Kembali ke Orde Baru, nih. Sepertinya ini gara-gara banyak yang nostalgia masa lalu, gembar-gembor soal back to ’90s. Haha.

Sodara-sodara, saya mau menulis soal anggota dewan yang terhormat.

Sejak tahun ’80-an, ketika Iwan Fals menulis lagu “Surat Buat Wakil Rakyat” sebenarnya tak banyak berubah dari citra yang ada di benak saya soal anggota dewan. Hampir semua sudah ditulis Iwan dengan akurat tentang kelakuan mereka. Cuma satu yang tak dibahas: soal banyaknya anggota dewan yang terjerat kasus korupsi.

Menurut KPK: ada 3600 anggota DPRD yang terjerat kasus. Entah berapa yang belum terjerat. Hehe. Dan kata Indonesian Corruption Watch, ada 48 anggota dewan terpilih yang terjerat kasus korupsi. 

Menyebalkan sekali ya membacanya.

Seharusnya, istilah Dewan Perwakilan Rakyat, diganti saja dengan Dewan Perwakilan Partai. Toh, tak semua rakyat kenal atau merasa terwakili sama mereka. Yah memang, banyak juga yang ikut memilih pada saat pemilu, tapi saya yakin, yang benar-benar kenal dan merasa terwakili hanya segelintir. Saya termasuk yang datang ke booth pada saat pemilu dan mencoblos semuanya. Hehe. Daripada surat suara disalahgunakan. Mau memilih, meskipun sudah banyak informasi di internet, entah kenapa saya masih tak punya rasa percaya sama mereka.

Kalau namanya Dewan Perwakilan Partai, kan jadinya lebih cocok. Toh, mereka kan memang mewakili partainya masing-masing. Dan lebih banyak memikirkan partainya. Jadi, kalau pun pada saat bekerja, tak memperhatikan rakyat, ya tak boleh diprotes. Kan Dewan Perwakilan Partai.

Saya tak suka partai. Kesan yang ada di benak saya, mereka menyebalkan dan maunya ingin memaki saja. Mungkin karena tiga huruf di belakangnya: TAI. Hehe.

Yah memang, tai itu merupakan bagian dari manusia. Makanya partai juga bagian dari kehidupan kita. Tapi kan, tai itu bagian yang tak dibutuhkan: ampas, bau, dan harus dibuang supaya kita lega.

Kalau dalam konteks bahasa Inggris, partai itu party. Pesta. Makanya, kalau hingga sekarang, kesannya mereka tak bekerja buat rakyat, tapi bersenang-senang saja: setelah terpilih jadi anggota dewan, pakai fasilitas negara, terus jalan-jalan ke luar negeri buat studi banding, ya memang cocok dengan artinya party: pesta. Hehe.

Studi banding melulu Pak, Bu. Hidup mah jangan suka membanding-bandingkan lah. Kalau kata D’Massiv mah, syukuri apa yang ada… hidup adalah anugerah. Haha. Kayak bocah pelajar aja: studi tour. Itu pun aslinya lebih banyak hura-huranya ketimbang studinya. Makanya saya curiga studi banding pun begitu. Padahal jujur saja, bilang pada kita, itu bukan studi banding, tapi outing. Hehe.

Oya, sudahkah Anda baca soal berita anggota DPRD menggadaikan SK nya demi pinjaman ke bank? Ada beritanya di sini, di sini, di sini, dan masih banyak lagi. Membaca berita itu, saya antara ingin berkata, “Kasihaaan…” dan “Mamam tuh!” Haha. Bank yang diburu buat meminjam, pasti senang nih dengan kenyataan ini.

Saya punya saran. Daripada menghutang, mending cari side job saja. Ada satu side job yang saya rasa cocok buat anggota dewan: Multi Level Marketing. Mereka yang terpilih jadi anggota dewan, pasti sudah dipilih oleh ribuan orang. Potensial sekali buat down line. Hehe.

Kalau aktif MLM, anggota dewan bisa aktif mengunjungi dapil mereka, mendengarkan aspirasi rakyat, sekalian melakukan prospek MLM. Haha.

“Jadi apa yang Bapak dan Ibu perlukan di daerah ini?”

“Naah, sekarang giliran saya Pak, Bu. Ijinkan saya mencoba mengubah hidup Anda. Bosan dengan penghasilan segitu saja? Ingin uang bekerja untuk Anda?”

Dalam waktu singkat, pasti sudah jadi level Diamond dengan penghasilan ratusan juta rupiah per bulan. Dan yang penting: halal. Kalau diperiksa KPK terkait rekening gendut, kan bisa punya alibi:

“Eh, saya kan MLM level diamond.”