Bukan kangen nama band, ya, tapi kangen rindu. Saya sih tak kangen sama Kangen Band. Mungkin ada di antara Anda yang kangen sama Kangen Band tapi malu untuk mengakuinya. Kalau pake kata rindu, rasanya terlalu cinta-cintaan. Ah, ini kenapa jadi malah membahas kata kangen? Maafkan, ya.

Ide tulisan ini sebenarnya karena saya tadi baru mendengarkan kembali rekaman Warkop DKI. Meski ada beberapa lagu orisinil ciptaan mereka, lagu parodinya justru yang paling mengena. Salah satunya lagu “Rock and Roll Music” karya Chuck Berry yang dinyanyikan dengan irama orkes melayu. Menabrakkan rock and roll dengan orkes saja, sudah sesuatu yang menarik, belum lagi liriknya yang mengundang senyum.

Saya sebenarnya tak dibesarkan oleh karya Dono Kasino Indro, karena bapak saya tak pernah membeli kasetnya ketika saya kecil dulu. Nama Warkop saya kenal hanya lewat film-film lebarannya. Kaset lawaknya, waktu kecil saya belum pernah mendengarkannya. Makanya, saya waktu kecil tak tahu bahwa Warkop DKI juga menyanyikan lagu parodi.

Yang paling mewarnai kehidupan masa kecil saya adalah album dari Orkes Moral Pengantar Minum Racun, dengan lagu “Judul-Judulan” yang sampai sekarang masih disukai oleh mereka yang bahkan baru mendengarnya pertama kali. Itu adalah album parodi pertama yang saya sukai. Ketika saya ikut jambore pramuka sekecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor pada akhir ’80-an, saya menyanyikan lagu dari PMR pada saat lomba antar grup. Saya menyanyikan “Kau Pergi Pulang Pingsan” dengan iringan teman-teman yang memukul-mukul alat masak. Dalam benak sih, terasa penuh harmoni, tapi saya rasa berantakan, karena kami tak jadi juara.

Di pertengahan ’90-an kemudian hadir P Project, yang dulu bernama Padhayangan Project. Mereka adalah duta humor ala mahasiswa di era itu. Menggoyang industri musik Indonesia dengan lagu “Nasib Anak Kost”. Saya tak pernah menyukai versi aslinya alias lagu “That’s The Way Love Goes” dari Janet Jackson, sebelum saya mendengar versi P Project. Di antara semua personel P Project, saya paling suka pada Joe alias Juhana. Wajahnya sangar, urakan, tapi super kocak. Sosok salah satu laki-laki jantan buat saya, ya Joe. Haha. Maka, sekarang setiap saya mendengar “Come As You Are” dari Nirvana, pasti terbayang “Kambing Liar” yang dinyanyikan Joe. Begitu juga dengan “What’s Going On” dari 4 Non Blondes, selalu teringat “Lampu Neon” dengan lengkingan khas Joe, “Inah. Gunakanlah selalu lampu neon!” Salah satu lagu parodi paling cerdas. Secara pengucapan, mirip dengan lirik aslinya. Secara tema, aktual pada masanya. Mereka yang besar di era ’90-an pasti ingat dengan iklan layanan masyarakat soal penggunaan lampu neon daripada lampu bohlam.

Ada kesamaan antara P Project dengan Warkop DKI. Selain menyanyikan lagu parodi, mereka juga grup lawak. Acara Project P di SCTV adalah salah satu hiburan paling menarik buat saya di era ’90-an. Mereka yang pernah menyaksikan acara ini, pasti tak akan lupa episode parody Star Trek di mana Joe menjadi Klingon dan di dahinya ada kue pancong yang meniru bentuk wajah Klingon.

Setelah era P Project, sepertinya tak ada lagi yang berhasil secara komersil membuat lagu parodi. Grup macam Timlo memang menyanyikan lagu parodi, tapi tak jadi hits dan menurut saya, tak secerdas P Project atau Warkop DKI atau PMR.

Sebenarnya, yang berpotensi sukses menyanyikan lagu parody adalah Ronal Surapradja. Di Jak FM tempat dia siaran, ada segmen di mana dia dan Tike menyanyikan lagu parodi. Lirik-lirik parody Ronal – Tike menurut saya mendekati daya tarik lirik parody P Project. Yah ada di kelas yang sama, lah.

Sayang, Ronal tak menjadikan itu sebagai pilihan karir bermusiknya. Dia malah membuat album disko sebagai Ronaldisko dan album rock sebagai Rocknal. Tak jelek sih musiknya, cuma ya publik lebih dulu mengenal dia sebagai pelawak, sosok humoris, sayang sekali ketika dia bermusik, malah menyanyikan lirik-lirik yang tak humoris. Padahal, kalau melihat sejarah dari Warkop DKI dan P Project, Ronal sepertinya lebih besar kemungkinan suksesnya kalau menyanyikan lagu parodi, seperti yang dilakukannya di radionya. Yah tak perlu semuanya sih, mungkin sebagian.

Yah memang, lagu parodi kalau dilihat dari sisi musikal, mungkin tak bisa dibanggakan seperti karya orisinal. Tapi lagu parodi bisa memberikan hiburan yang tak bisa didapat dari lagu lain. Membuat tertawa dan berpotensi membuat lagu aslinya yang tadinya tak menarik didengar, jadi menarik didengar. Kalau buat saya, P Project yang paling berhasil dalam hal ini. “Want You Back” jadi “Mencontek”, “I Can Love You Like That” jadi “Antrilah di Loket”, hingga “Sweat A La La Long” jadi “Anjingku Melolong.”

Kalau bicara era, maka setiap era sudah ada perwakilannya. Sekarang tinggal era 2000-an yang belum muncul nama untuk lagu parodi. Sebentar ya, saya tadi mau cari kalimat penutup yang bagus untuk tulisan ini. Tapi saya kehabisan ide. Maunya sih ditutup oleh kalimat yang lucu, biar menghibur. Tapi apa daya, saya sedang tak punya ide segar.

Ah, seandainya ada lagu parodi dari masa kini yang bisa menghibur saya.