Rock Telah Memilih Kami!
atau
Pesta Para Serigala yang Penuh Keringat dan Kopi Darat Penghuni Multiply.
Judul itu, merupakan penggalan kalimat yang selalu diucapkan Arian ketika diwawancarai jurnalis. Saya kurang yakin, apakah kalimatnya tepat seperti itu. Yah, kalau salah, Arian kan bisa mengoreksi di bawah tulisan ini, melalui reply. Hehe.
Yang jelas, waktu konferensi pers Sabtu [8/9] sore kemarin di Viky Sianipar Music Center dalam rangka launching album “Serigala Militia” pun, dia mengucapkan kalimat itu lagi.
Tak banyak jurnalis yang datang. Entah karena hari Sabtu. Entah karena yang diundang memang tak banyak. Entah karena nama Seringai belum menarik buat sebagian besar jurnalis. Dengan begitu, yang bertanya pun tak banyak. Seingat saya, hanya tiga orang; Joko Rileks.Com, Andre Stroo Audio Pro, dan seorang jurnalis perempuan yang bertanya soal bagaimana rupa para pacar Seringai.
Sebagai sebuah tempat pertunjukkan musik, Viky Sianipar Music Center cukup representatif. Punya ruang tunggu yang luas. Kamar mandi yang cukup bersih. Mushola yang mudah dijangkau. Dekat dengan warung makan. Walaupun kekurangannya mungkin, parkir mobil yang tak begitu luas.
Kalau soal lokasi geografis, jauh dekat itu relatif. Tapi, dia mudah dicari. Ada di pinggir jalan. Bahkan, ada papan penunjuknya pula, kalau kamu datang dari arah Pancoran. Dia dekat dengan Terminal Bis Manggarai. Dan kalau dulu sih, dekat dengan klinik permak wajah Haji Jeje.
Sejak jam enam sore, orang-orang sudah berdatangan. Walaupun baru lewat jam delapan malam acara benar-benar dimulai. Seperti biasa, lelaki mendominasi jumlah pengunjung. Tapi, kemarin, cukup banyak juga perempuan wangi dan menarik yang datang.
“Sex, drugs and rock n’ roll itu cuma mitos buat Seringai. Karena biasanya, di backstage kami, malah ada cowok mabuk telanjang dada, berkeringat, meminta stiker,” kata Arian.
Saya bertemu dengan beberapa penghuni multiply juga. Riki Gede yang pertama menyapa saya. “Soleh Solihun ya? Gue Riki Gede,” katanya membuka pembicaraan.
Dan Riki memang gede. Walaupun di headshot, dia terlihat seperti pemuda kaku, tipe pegawai kantoran yang sehari-hari memakai kemeja dan celana bahan buat kerja, tapi ketika bertemu langsung, kesan itu hilang. Riki jauh lebih muda dari yang saya bayangkan. Dan tidak seserius yang saya kira. Maklum, imej hukum yang melekat di dirinya, membuat kesan saya akan rikigede.multiply.com cukup serius. Hehe.
Itu kali pertama saya bertemu langsung dengannya.
Selain Riki, saya juga bertemu dengan Dhendy, gitaris handal pemilik dhendy.multiply.com secara langsung. Saya kira, Dhendy tipe laki-laki berkulit putih yang gerak-geriknya berwibawa atau kalem lah minimal. Ini gara-gara lagu “This Be Over” dia sebenarnya. Ternyata, Dhendy tipikal lelaki rock fans juga. Haha.
Kalau yang lain sih, saya sudah pernah bertemu dan kenal cukup lama; Ryan Koesuma, Dedidude [sang fotografer senior di multiply :p], Reza si pelacurkorporat, Dita Santa Monica, dan teman-teman Tetta seperti Alin dan Tya.
Nah, sekarang ke pertunjukkannya.
The Authentics menjadi band pembuka. Vokalis mereka, Dawny adalah Road Manager Seringai. Dulu, dia lebih dikenal publik sebagai vokalis Jun Fan Gung Foo. Kalau mau tau lebih jelas, deskripsi musik mereka, silakan lihat posting-an saya soal event ini. Lalu ada Ghaust, Dead Vertical, dan Adrian Adioetomo.
Riann Pelor, jadi MC dadakan. Saya kurang tau, seharusnya siapa MC malam itu. Seperti biasa, Pelor banyak bicara. Entah berapa kata “ngentot” diucapkannya malam itu. Tapi, karena Pelor, pergantian antar kelompok musik jadi meriah.
Pelor tak menyaksikan seluruh pertunjukkan Seringai malam. Baru sekira dua lagu, Pelor terduduk di sebelah amplifier. Dia tertidur. Tak sadarkan diri. Sampai tulisan ini dibuat, saya tak tau bagaimana akhir dari kisah Pelor malam itu.
Lantai dua Viky Sianipar Music Center yang dijadikan tempat pertunjukkan, terisi cukup penuh. Setidaknya, sampai belakang, masih banyak orang. Saya tak tau berapa jumlah penonton malam itu. Tidak terlalu padat memang. Saya masih bisa berjalan dengan mudah di antara kerumunan orang. Dan ini enak. Karena ruangan jadi tak terlalu panas, membuat mudah bernafas, tapi tidak terlalu sepi juga.
Di tengah-tengah lagu “Alkohol,” Arian membawa selang dan corong yang biasa digunakan untuk minyak tanah. Membagikan bir kepada penonton. Seorang lelaki naik panggung. Dan fifi pemilik fififurfairy.multiply.com jadi relawan perempuan.
Saya tak tau mereka berteriak apa.
“Choke! Choke! Choke! Choke!”
Telinga saya sih mendengarnya begitu. Silakan koreksi untuk kata yang lebih tepat. Tapi, sepertinya sebagian besar dari mereka tau benar apa yang diteriakkannya. Di momen itu, saya jadi bertanya-tanya. Mungkin karena saya tidak minum bir, saya tak tau istilah itu. Atau, mungkin itu pernah populer oleh film dengan tema minum bir.
Jam sebelas lewat [entah lewat berapa, pokoknya lewat lah], pertunjukkan berakhir. Dan serigala-serigala itu, pulang ke kandangnya masing-masing. Haha. Anjis. Jelek banget kalimat penutupnya.
Yah sudahlah.
0 Comments