Zeke in the Headline
Kalau saya cheap bastard, maka Zeke adalah salah seorang lucky bastard.
Orangtuanya punya uang dan dekat dengan sumbu kekuasaan. Zeke punya pacar seorang model. Apalagi yang seorang laki-laki inginkan, selain banyak uang dan punya pasangan yang cantik? Oya, hampir lupa. Tentu saja bisa menyalurkan hobi dengan maksimal.
Dan Senin [10/9] malam kemarin, saya melihat buktinya. Di rumahnya di daerah Panglima Polim, Zeke mengadakan syukuran launching album perdana Zeke and The Popo. Maaf. Bukan Zeke, tapi labelnya, Black Morse. Eh, Zeke deng, sepertinya dia yang punya label itu. Eh, belum tentu juga…Yah, pokoknya mah begitulah.
Rumah Zeke luas dan strategis. Begitu datang, saya melihat orang-orang berseragam safari hitam-hitam memarkirkan mobil. Waktu saya mencari tempat parkir pun, salah seorang dari mereka langsung menunjukkan tempat yang bisa dipakai parkir. Dan itu ada di depan rumah tetangganya. Biasanya, kalau berkunjung ke kompleks orang, parkir di depan rumah tetangga adalah salah satu illegal operation. Tidak percaya? Coba saja berkunjung ke kosan saya, dan parkir di depan rumah tetangga ibu kos. Pasti didatangi satpam, disuruh pindah dengan alasan takut mengganggu mobil si juragan keluar, padahal masih banyak ruang buat keluar masuk mobil.
Zeke punya semacam ruangan mirip ball room. Ada panggung kecil di sana, lengkap dengan tata suara dan tata cahaya, yang cukup untuk membuat pertunjukkan di sana representatif. Lampu-lampu gantung menghiasi ruangan itu. Di dindingnya, ada lukisan Agum Gumelar dan istri. Babehnya Zeke memakai seragam tentara. Baret merah. Gagah.
Di bagian belakang, agak keluar dari ball room, ada ruangan agak terbuka. Di sana sudah tersaji dua meja yang menyediakan lontong dan sate ayam, serta mie baso. Nyam nyam. Enak. Gratis pula. Hehe.
Mungkin mereka salah satu band indie dengan kondisi finansial yang baik.
Tapi, saya rasa, musikalitas mereka bukan semata-mata karena mereka lucky bastards. Sepertinya bermodalkan menjadi lucky bastards saja tak cukup untuk membuat album bagus.
Saya datang ke sana, karena suka pada album perdana mereka, “Space in The Headlines.” Beberapa waktu lalu, Uga mengirimkan sample-nya. Dan saya dengar kabar soal penjualan CD Premium Package mereka. Hanya dengan Rp 60 ribu [setelah didiskon karena membawa voucher dari Trax Magazine], saya bisa dapat CD, dengan kemasan yang cukup ekslusif, di dalamnya ada stiker, poster, pin dan kaos! Walaupun kaosnya tipis, tapi bahannya tidak seperti tipisnya kaos partai! Untung mereka tidak meminta anak buah babehnya Zeke untuk mencari bahan kaos, karena kemungkinan besar kualitas kaosnya akan seperti kaos partai.
Sebelum album ini, saya tak pernah menaruh perhatian yang besar terhadap ZATPP. Mungkin karena sudah curiga dulu. Ah, anaknya pejabat Orde Baru. Mungkin karena iri dan dengki, sehingga tak mau menilai obyektif. Mungkin juga karena belum pernah benar-benar mendengarkan musik mereka.
Album mereka, salah satu album menarik tahun ini—apalagi mengingat kondisi industri kita yang dipenuhi lagu-lagu pop cengeng bertema cinta yang sering diputar radio dan video klipnya yang norak masuk kategori MTV Top Hits. “Space In The Headlines” adalah album folk rock yang mengawang-awang, tapi beberapa lagu masih sing along. Nuansanya agak gelap memang, tapi tidak sampai menimbulkan depresi. Dan saya suka pemilihan sound mereka. Terdengar agak mentah, tapi ada nuansa modern-nya juga. Dan melodi piano [atau organ? Atau keyboard? Ah, saya tak pernah pintar dalam hal deskripsi alat musik!] yang cukup mendominasi di beberapa lagu, memberi kesan gelap, misterius, tapi masih memikat. Seperti nuansa film Kala—yang score musiknya dikerjakan Zeke.
Begitu mendengar track pertama “Prof. Komodo,” telinga saya langsung tertarik. Sedikit part dari intronya agak mengingatkan pada nuansa lagu Bob Dylan yang elektrik memang, tapi itu termasuk track pembuka yang langsung mengikat.
Zeke, si penulis sebagian besar lirik sepertinya tertarik sekali dengan pembunuhan, darah dan cerita misteri. Karena di beberapa lagu, ada kata “blood,” “kill her,” “gun,” hingga “enemy.” Entah karena babehnya tentara. Entah karena Zeke senang cerita-cerita suspense atau thriller. Dan yang mendukung teori saya, di satu lagu, saya lupa yang mana, dia memasukkan bagian dari film Alfred Hitchcock.
Tapi, ada satu lagu, yang judulnya agak menggelikan sebenarnya, “Dukung Stasiun TV Lokal.” Entah apa yang jadi inspirasinya. Tapi, kalau sisi buruk sangka saya yang berbicara, mungkin karena babehnya Zeke, salah satu anggota Dewan Kehormatan, MNC, konglomerasi media yang punya RCTI, TPI, Global, CTV, serta Genie.
Untung saja, Zeke tidak bicara soal politik dan kritik sosial, karena kalau itu terjadi, saya akan sedikit kurang menyukai album ini. Seingat saya, hanya ada satu kata “korupsi” dipakai di album itu. Yah, kalau Zeke bicara soal kritik politik, mungkin dia harus sampaikan itu dulu sama teman-teman babehnya. Hehe.
Album perdana ZATPP sekaligus produk pertama Black Morse Records. Ini pertanda bagus. Berarti, label-label kecil akan semakin banyak pilihan. Tidak didominasi Aksara dan FFWD. Berarti seleranya akan semakin bervariasi. Setelah Sinjitos Records, kini ada pilihan baru dari Black Morse Records.
Saya tak tau, apakah Holly City Roller [kurang tau juga, bagaimana mengejanya, saya males browsing juga.], yang jadi band pembuka malam itu, akan ditarik oleh Black Morse Records. Mereka cukup menjanjikan. Rock n’ roll band dengan sound tipikal yang bakal disukai majalah NME. Sekilas dilihat dan didengar sih, belum terlalu istimewa buat saya. Mungkin karena sudah sebal dengan namanya yang mirip dengan Bay City Roller.
Artistik sampul album “Space…” juga menarik. Seniman muda berbakat dari Bandung yang mengerjakannya. Sir Dandy alias Acong, yang katanya rock n’ roll band-nya, Teenage Death Star akan segera rilis album perdana di bawah FFCUTS. Acong ini rupanya seniman muda yang sangat disegani oleh hipsters ibukota. Hehe. Kidding. :p
Intinya, paket musik dan artistik album “Space…” saling menguatkan satu sama lain. Dan setidaknya, saya masih boleh berbahagia pada musisi-musisi lokal kita. Setelah “Serigala Milita,” bertambah satu lagi yang bisa dibanggakan dari produk lokal kita.
Mudah-mudahan bertambah banyak.
0 Comments